Rabu, 20 Januari 2016

Dalam Kata.

Jika kita bukan yang telah ditakdirkan nyata, setidaknya izinkan aku memilikimu dalam kata.

Kamu tahu mengapa aku suka menulis? Karna dalam kalimat aku dapat menemukan kamu yang aku inginkan.

Dalam paragraph aku dapat mengukir angan yang selalu aku semogakan.

Dalam tulisan aku dapat berceloteh tentang kebahagiaan sederhana, yang pernah aku rasakan karna dirimu.

Ini bukan tulisan sendu tentang penyesalan. Ini adalah tulisan bagaimana cara aku berbahagia. Mengenang dan menulis. Lalu berakhir pada pinta yang disajikan bersama doa.

Dalam kata aku tidak sekedar menuangkan, tapi juga membayangkan. Kenangan terputar seperti cuplikan film dalam kepalaku. Namun anehnya aku tidak menemukan satupun hal buruk. Yang ada hanya tawa-mu dan segala hal yang membahagiaakan. Lalu aku sadar bahwa di sana bagian paling menyedihkannya. Ketika kebahagiaan itu hanya bisa diulang dalam kepalaku. Tidak dalam kenyataan.

Tidak, aku tidak bersedih. Sungguh. Mungkin aku memang sedih, tapi aku tidak menyesal. Karna setidaknya aku punya kenangan yang dapat membuatku tersenyum kapan saja jika mengingatnya.

Ralat, tersenyum sekaligus merasakan nyeri di dalam dadaku.

Kau tahu, segala tentangmu menjadi kesukaanku.

Musik-musik yang kau dengarkan akan aku coba dengarkan.

Lagu-lagu yang kau nyanyikan akan selalu kuputar berulang-ulang.

Caramu berbicara, memainkan bibir membentuk sebuah kata menjadi apa yang harus aku perhatikan.

Caramu mengacak-acak rambut sambil menunduk selalu nyaris membuat aku kehabisan nafas.

Caramu menaikan sebelah alismu selalu membuatku kehabisan kata.

Caramu menggulung lengan baju atau memegang kancing selalu membuatku seperti kehilangan sendi-sendi perekat tulang. Lemas.

Caramu tersenyum dan tertawa selalu membuatku lupa akan gravitasi bumi.

Kadang aku merasa seperti pesakitan dan tentu kamu adalah obatnya. Aku merasa seperti pecandu dan segala tentang dirimu adalah penyebabnya.

Menyengangkan. Dapat memilikimu dalam kata.