Pendongeng Kenangan :)
Dalam tiap tetes hujan menceritakan kenangan dan genangan kerinduan yang menguap.
Sabtu, 14 Januari 2017
Sosok Sempurna
Rabu, 20 Januari 2016
Dalam Kata.
Jika kita bukan yang telah ditakdirkan nyata, setidaknya izinkan aku memilikimu dalam kata.
Kamu tahu mengapa aku suka menulis? Karna dalam kalimat aku dapat menemukan kamu yang aku inginkan.
Dalam paragraph aku dapat mengukir angan yang selalu aku semogakan.
Dalam tulisan aku dapat berceloteh tentang kebahagiaan sederhana, yang pernah aku rasakan karna dirimu.
Ini bukan tulisan sendu tentang penyesalan. Ini adalah tulisan bagaimana cara aku berbahagia. Mengenang dan menulis. Lalu berakhir pada pinta yang disajikan bersama doa.
Dalam kata aku tidak sekedar menuangkan, tapi juga membayangkan. Kenangan terputar seperti cuplikan film dalam kepalaku. Namun anehnya aku tidak menemukan satupun hal buruk. Yang ada hanya tawa-mu dan segala hal yang membahagiaakan. Lalu aku sadar bahwa di sana bagian paling menyedihkannya. Ketika kebahagiaan itu hanya bisa diulang dalam kepalaku. Tidak dalam kenyataan.
Tidak, aku tidak bersedih. Sungguh. Mungkin aku memang sedih, tapi aku tidak menyesal. Karna setidaknya aku punya kenangan yang dapat membuatku tersenyum kapan saja jika mengingatnya.
Ralat, tersenyum sekaligus merasakan nyeri di dalam dadaku.
Kau tahu, segala tentangmu menjadi kesukaanku.
Musik-musik yang kau dengarkan akan aku coba dengarkan.
Lagu-lagu yang kau nyanyikan akan selalu kuputar berulang-ulang.
Caramu berbicara, memainkan bibir membentuk sebuah kata menjadi apa yang harus aku perhatikan.
Caramu mengacak-acak rambut sambil menunduk selalu nyaris membuat aku kehabisan nafas.
Caramu menaikan sebelah alismu selalu membuatku kehabisan kata.
Caramu menggulung lengan baju atau memegang kancing selalu membuatku seperti kehilangan sendi-sendi perekat tulang. Lemas.
Caramu tersenyum dan tertawa selalu membuatku lupa akan gravitasi bumi.
Kadang aku merasa seperti pesakitan dan tentu kamu adalah obatnya. Aku merasa seperti pecandu dan segala tentang dirimu adalah penyebabnya.
Menyengangkan. Dapat memilikimu dalam kata.
Sabtu, 10 Oktober 2015
Kamu itu Apa?
Kamu itu apa?
Kamu itu adalah doa yang selalu aku semogakan.
Kamu itu adalah jawaban semua yang aku angankan.
Kamu itu adalah pertanyaan-pertanyaan sederhana yang lebih sulit dari aljabar.
Kamu suka yang seperti apa?
Kamu ingin inikah?
Bagaimana jika ini kamu yang memakai?
Bagaimana kalau kamu ada di sini?
Apa kamu nyaman?
Apa kamu merasa risih?
Kamu adalah kehati-hatian yang aku rutuki.
Rasanya aku ingin bertanya terlalu banyak tentang kamu. Aku ingin menjadi apa yang kau inginkan ada di sekitarmu. Aku ingin meminimalkan jarak diantara kita. Aku ingin mensejajarkan langkah kita. Agar aku lebih mudah menikmati senyummu. Berpeluang menjadi alasan tawamu. Menikmati irama suaramu. Satu-dua-tiga begitu terus menerus sampai berhasil. Jika tidak? punggungmu masih menjadi favorite tatapan mataku.
Kamu adalah candu yang kunikmati.
Candu itu tak boleh berlebihan nanti kau sendiri yang merasakan sakitnya, katanya.
Dan aku merasakannya. Aku kecanduan dan sepertinya perlahan ada lebam di hatiku, ada sesak yang memenuhi rongga paru-paruku. Ada air mata yang kusajikan melalui lekukan di bibir.
Kau tahu mengapa? Karna mungkin memilikimu adalah mustahil yang selalu aku sangkal.
Terus, terus, dan terus. Jatuh dan bangkit. Menyerah tapi tetap berjalan. Aku masih mencari-cari celah dimana setidaknya aku terlihat. Dimana ketika aku menikmati punggungmu, kau akan menoleh dan berhenti menungguku mensejajarkan langkah. Berceloteh hal-hal sepele dengan sarkastik yang menyenangkan. Aku dan kamu. Tak apa walau hanya sekejap mata.
Kamu itu adalah lagu favorite yang aku putar berulang kali.
Atau mungkin kamu adalah buku favoriteku yang ingin sekali aku baca, aku bahas setiap saat, namun pada akhirnya akan aku simpan baik-baik. Tapi ada saatnya lagi aku baca kembali, walaupun aku tahu isinya tidak akan pernah berbeda. Endingnya akan selalu sama. Tapi setidaknya membacamu membuat aku tersenyum.
Untuk kamu -yang masih selalu kamu.
Selasa, 26 Mei 2015
Full Of Stars - #MakeStoryNotWar
Full Of Stars - #MakeStoryNotWar
Tidakkah mereka bosan dengan ini semua? Tidakkah mereka saling menekan ego masing-masing? Tidakkah mereka merindukan perdamaian? Tidakkah mereka punya hati untuk sekedar menengok berapa banyak nyawa yang hilang untuk hal yang tak pernah ada habisnya?
Tik tok tik tok.
Detak jam terus berbunyi, aku menunggu sampai satu dentuman kencang jam berbunyi. Wah, ini saatnya!
Aku tersenyum sambil bersenandung riang menuju luar rumah. Langit malam lebih terang dari biasanya dan dihiasi penuh bintang. Indah, tepat ini saatnya!
Aku mulai bernyanyi lagu duka sambil menatap langit kemudian orang-orang yang berada di dalam rumahpun mulai berhambur keluar ikut menatap langit dan bernyanyi. Para militer itu menjatuhkan senjata yang mereka pegang dan menaruh kepalan tangan mereka di dada.
Satu bintang jatuh..
Seorang anak kecil pincang berseru senang pada orang tuanya kemudian mereka sekeluarga menutup mata mengucapkan permohonan dan setelah itu mereka hilang terhempas seperti abu.
Satu bintang jatuh lagi..
Tua renta yang sudah sebatang kara itu bersujud syukur lalu dia menutup mata dan kemudian hilang pula terhempas bersama angin.
Puluhan bintang jatuhpun muncul..
Sekelompok orang meloncat-loncat kegirangan dan lalu menutup mata perlahan mencair dan hilang.
Aku masih bernyanyi dan menunggu saatnya. Ah, beruntung sekali mereka!
Perlahan suara nyanyian mulai berkurang bersamaan bintang jatuh yang bermunculan. Aku masih menunggu saatnya giliranku. Aku mencuri pandangan ke kiri ada pria yang selama ini kusukai diam-diam. Dia tersenyum padaku dan wajahku langsung memerah. Sampai saat seperti inipun aku tak juga dapat mengutarakan isi hati. Ku lihat ke belakang ternyata kedua orang tuaku sudah tak ada, mereka sudah terhempas terlebih dulu rupanya. Entah mengapa aku menjadi merasa takut dan tidak siap, aku benci kesendirian.
Bintang jatuh masih terus bermunculan di langit diiringi nyanyian duka kami. Aku mulai gugup melihat satu persatu terhempas sambil menunggu saatnya. Tiba-tiba aku merasakan tangan yang hangat menggenggam tanganku, pria yang aku sukai itu. Dia menggenggamku erat, kami saling bertatapan membuat aku tenggelam dalam bola matanya.
"Tenanglah." Ujarnya dengan suara bariton merdu itu.
Aku mengangguk dan dia memelukku. Aku merasakan rasa damai yang selama ini aku cari. Namun ada rasa sesal mengapa harus terjadi di saat seperti ini.
"Itu giliranku." Katanya tiba-tiba sambil menunjuk bintang jatuh yang mendekat. Dia melepaakan pelukannya.
"Apakah akan sakit?" Tanyaku hati-hati.
"Tidak." Katanya sambil mengusap rambutku. "Aku mencintaimu." Ujarnya tiba-tiba mencium lembut bibirku. Aku dapat merasakannya walaupun sesaat sebelum tiba-tiba dia menghilang dan terhempas. Dan air mataku mengalir.
Ada sinar yang begitu besar dari langit. Lebih besar berkali-kali lipat dari bintang jatuh yang sedari tadi muncul. Sekarang lah saatnya. Aku dapat melihat para militer itu berloncat kegirangan dan yang lain bernyanyi semakin kencang. Sinar itu semakin mendekat dan inilah saatnya, aku menutup mata sambil memohon apa yang mereka semua juga minta. "Aku ingin semua berakhir. Aku ingin perdamaian."
Dan saat itu ledakan dari sinar itu terjadi begitu hebat. Komet itu menghancurkan segala yang disana. Rasanya sedikit sakit namun setelahnya aku seperti terbang ke langit begitu ringan dan lega. Setelah ini tidak adalagi perperangan bukan? Karna semua manusia yang dapat memicu dan melakukan perperangan sudah habis terhempas.