Cerpen: Bahagia Dengan Seharusnya
By: Mentary @AIITHARICH
Di kepalaku menguap banyak jika yang tak akan pernah lagi jadi nyata. Kini hanya dapat menikmati luka dan menyenandungkan penyesalan merintih memaki pilihan. Penyesalah memang selalu datang diakhir bersama pilihan-pilihan nekat yang awalnya berharap kebahagiaan namun takdir menyuratkan kesedihan. Kehilangan telah menenggelamkan aku dalam harapan dan perjuangan yang selama ini telah jadi sia-sia.
“Kita sama-sama wanita seharusnya kau mengerti apa yang aku
rasakan Nin.”
“Aku mengerti tapi apa kau tahu kebahagiaan itu kita sendiri
yang menciptakan bukan menunggu orang lain memberikan.”
“Kamu benar Kaninta tapi tidakkah kau tahu juga yang kau
lakukan bukan menciptakan kebahagiaan tapi merebut kebahagiaan. “
“Terserah apa yang kau katakan tapi dia lebih memilih aku
daripada kamu dan kami saling mencintai. Lupakan dia.”
Gadis itu tak dapat lagi menahan deras air yang tertahan di
kelopak matanya. Perih yang dia rasakan sudah terjadi, orang yang dia banggakan
meninggalkannya demi wanita lain yang dengan mudah menghancurkan dongeng
kebahagiaannya. Kaninta sahabatnya sendiri kini telah bersama separuh hatinya
yang dulu teramat dia jaga.
**
Gadis itu duduk termenung di pojok kelas yang telah sunyi
sedari tadi sambil mencorat-coret meja nama dia dan pria yang dia tunggu.
Sesekali dia melihat kearah jam dinding yang berada di depan tepat diatas
whiteboard bertuliskan rumus-rumus variable yang tak dapat dia cerna di dalam
kepala karna sudah penuh dengan rindu seseorang yang masih dia tunggu. Ruang
itu begitu sunyi tapi tidak dengan detakan jantuk gadis itu juga teriakan hati
yang mengeluarkan bunyi helaan nafas berkali-kali berkepanjangan seperti
menciptakan melodi orchestra kesedihan. JEmari kanannya masih sibuk membuat
ukiran-ukiran di mejanya yang kini berubah menjadi coretan-coretan kemarahan.
Dia benci menunngu tapi dia harus melakukan itu.
Perlahan dengan jari-jari gemetar dan kepulan mendung yang
berada di retinanya dia mengambil handphone di saku seragamnya. Dia membuka
kotak masuk dan membaca kembali pesan masuk yang seharusnya dia simpan di dalam
kotak usang bernama melupakan. Jelas pengirimnya adalah Rio, orang yang dia
tunggu.
"Aku tak dapat meneruskan ini lagi. Yang kau lihat kemarin benar, aku mencintainya melebihi rasaku padamu. Maaf."
Tapi inilah cinta dengan segala kebodohan yang mengatas namakan ketulusan. Setelah lelah berjuang sendirian gadis itu berusah bertahan pada ketidak psatian. Gadis itu percaya seperti hari-hari biasa Rio akan datang menjemputnya di kelas dan berkunjung sejenak kerumahnya karna alasan masih panas. Ia panasnya rindu yang tidak ingin pisah. Dengan langkah lunglai gadis itu menyadarkan dirinya bahwa pada nyata ta aka nada lagi Rio untuknya. Dia memacu dengan cepat motornya kearah harga dirinya akan tumpah. Tangisnya akan meleleh dan ditertawakan pilihan. Ditampar oleh penyesalan.|
Gadis itu tahu semua tak akan berjalan baik-baik saja ketika
melihat orang yang dia cari sudah berada di depannya membuka pintu, tapi ego
nya memacu untuk tetap merobohkan harga diri yang selama ini dia ponggahkan.
“Kita sama-sama wanita seharusnya kau mengerti apa yang aku
rasakan.”
“Aku mengerti tapi apa kau tahu kebahagiaan itu kita sendiri
yang menciptakan bukan menunggu orang lain memberikan.”
“Kamu benar tapi
tidakkah kau tahu juga yang kau lakukan bukan menciptakan kebahagiaan tapi
merebut kebahagiaan aku Lea? “
Mereka berdua sama-sama terdiam dan benar sudah air mata
gadis itu mengalir lebih deras dari air, lebih banyak dari hujan. Sesuatu
teriris di ujung pilu.
“Tapi aku benar-benar mencintainya, begitu juga Rio. Aku
tahu ini salah tapi inilah pilihan aku walaupun kelak harus menyesal aku akan
tetap menjalani,”ujar Lea dengan pasti namun ada rasa kasihan di dalam lautan
ego nya.
Gadis itu masih belum menyerah, dia masih berharap Lea dapat
membiarkan Rio pulang ke hatinya dan kembali menetap di sana sementara dia akan
membuat Rio kembali merasakan bunga-bunga yang dulu mereka tanam bersama dengan
tawa.
“Ku mohon apa aku harus meronta mengais dan meminta agar dia
kembali? Hanya kamu yang dapat membuatnya seperti awal lagi.” Habis sudah harga
diri gadis itu, dia tak layaknya seorang penggerumul yang mempertahankan
asumsinya padahal nihil terlihat di depan mata.
“Kalau aku merelakan apa Rio benar-benar akan kembali
padamu? Apa dia tak akan mencari yang lain? Atau bahkan dia akan mekin
membencimu? KAu sendiri yang bilang kita sama-sama wanita bukan? Seharusnya kau
mengerti apa yang aku rasakan. Aku dan da sama-sama mencintai., dia memilih
aku.”
Telak semua yang dikatakan Lea tepat, tak adalagi harapan
dalam pernyataan-pernyataan kosongnya.
Diapun kembali menuju motor kesayangannya walaupun gerimis telah berubah
menjadi deras, hujan ikut menangis. Lea menawarkan untuk sejenak berteduh dulu
di rumahnya tapi tidak yang dikatakan gadis itu. Mana mungkin dia mampu
terus-terusan menatap seseorang yang telah merebut separuh hatinya. Dengan
sisa-sisa tenaganya dia mengendarai motor itu ketempat pulang yang tidak
selengkap dulu, pulang yang tidak lagi ada Rio menunggu. Bahagia itu diciptakan
bukan diberikan dan merbut kebahagiaan
orang lain adalah kebahagiaan dengan paksaan. Kelak orang yang memilih kamu dan
meninggalkan kekasihnya akan meninggalkan kamu juga demi orang lain karna orang
seperti itu selalu mencari kesempurnaan. Sesungguhnya cinta itu adalah mencintai
orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna yaitu saling melengkapi.
Sekarang gadia itu hanya bisa menikmati penyesalan yang menjalar pada dirinya
karna pilihan yang dia harap kebahagiaan berubah menjadi kesedihan. Ketika
membuka pintu rumah dengan basah karna hujan dan Kristal-kristal di pipi yang
ditutupi dia mengambil sapu tangan dan menyeka wajahnya yang penuh sendu.
Dimasukkan kembali sapu tangan special berinisial R dan K itu. Rio dan Kaninta
Mungkin ini yang dulu
dirasakan orang yang kebahagiaannya aku rebut dulu.
Karma itu memang ada untuk orang-orang yang meminta
dihampiri.
Aku mengambil handphone di saku dan segera menulis pesan
singkat untuk teman yang sudah jauh di sana karena pernah terkhianati.
aku mengirim pesan singkat untuk fieska.
Kebahagiaan
itu memang seharusnya tidak dengan merebut kebahagiaan orang lain.
Kaninta,
sahabat mu yang begitu jahat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar